Senin, 05 Oktober 2015

Ada Saatnya

Sekali lagi, selamat malam.
Maaf mengganggu, karena kutahu sudah seharusnya kalian menarik selimut dan mematikan lampu.

Andai saja penyakit randomku ga kumat lagi, pasti sejak tadi bisa kumulai merampungkan tugas dan hutang magangku. Yah maklum, semester tua. usia semester lanjut yang banyak menuntut.
Kalau dilihat-lihat, sudah lama sekali aku terakhir menulis. entah karena bosan atau tidak ada bahan, atau juga terlampau banyak urusan. mungkin tiga-tiganya.

Yang kutahu, tidak ada bahan, karena menulis tentangmu sudah bukan daya tarik lagi buatku.

Daya tarik yang kurasakan pudar sekitar 7bulan belakangan. Bukan karena jaraknya. bukan pula intensitas komunikasi nya. Tapi karena kejujurannya. Aku sedikit gengsi untuk mengakui bahwa aku memaksakan. Ya. Memaksakan untuk lupa. Dengan dalih sedang mengurus event besar jadi aku sedikit lupa. Hahaha, maafkan aku jadi semunafik ini.

Sedangkan sekarang, daya tarik itu kembali. Sebatas berbicara jujur dan ingin melegakan diri sendiri. Boleh kan? :)

Terlampau lelah aku bertingkah, "ga apa-apa". Padahal sebenarnya, proses biar " ga apa-apa" itu berbulan-bulan. Yang aku sakit tipes 2 minggu aja uda gakuat, apalagi ini. Berbulan-bulan. Dan yaaaa, kita tau, gaada obatnya.

"Aku minta maaf, dan aku gaada niat buat nyakitin kamu. Kalau bisa, diantara kita gaada yang berubah."

Kata-kata diatas berasa kaya Pancasila. Hafal.
Kuhafalkan bukan karena butuh. Tapi, dilakuin. Analoginya, kaya dosen kasih silabus biar mahasiswanya ga ngawur ketika belajar dan cari buku pegangan. Tapi disini salahnya, ketika mahasiswa uda sesuai silabus, justru dosennya yang melenceng. Semacam ketika uda diperjuangkan malah tiba-tiba dilepas.

Aku sudah memperjuangkan.
Bahkan ketika aku tau, pada dasarnya aku bukanlah prioritas :)

Dan beberapa waktu ketika akhirnya aku tau keadaan itu, aku masih memperjuangkan. aku masih berusaha meyakinkan bahwa "temen aja gapapa". We do that bullshit all the time.

Sekitar 5 bulan. Engga lama sih emang, tapi cukup nampar ketika akhirnya kaya gini.
Dan sampai detik ini pun, kamu masih berusaha dan "mencoba", bertingkah seperti semuanya baik-baik aja. Mencoba membangun suasana yang sama.
Sakitnya, ketika akhirnya hampir setengah tahun, kalimat yang bisa keluar cuma, "kamu tiba-tiba menghilang aja. karena kupikir lagi sibuk jambore, yauda gapapa."

Segampang itu, ya?

Kalau bisa kujejalkan histori chat line ku, mungkin kau tak akan bisa seenteng itu berbicara.

Ketika kamu mengusahakannya lagi, dengan terpaksa, aku minta maaf.

Ada kalanya kita harus mengusahakan dengan susah payah. Semaksimal seluruh badanmu mampu mengupayakan. Memerah keringat dan menepikan rasa sakit. Mengorbankan apa yang sering disebut "membahagiakan diri sendiri". Dan seringnya, itu masih saja belum cukup. Karena ku tau, banyak kukenal orang yang perjuangannya jauh melampui usahaku.

Tapi jujur. Aku sudah payah.
Membentuk kesan sempurna, berlaku selayak semuanya baik-baik saja. Tidak semudah itu. Karena kita tau, hidupku, hidupmu, tidak selamanya berputar pada titik rasa ini.

Dibilang sedih, iya.
Dibilang menyesal, pasti.
Dibilang sakit, tentu.
Dibilang ingin mengulang? jujur aku tidak tau.

Kalaupun ada kesempatan, kuharap satu hal saja. Berubahlah.
Hidup terlampau singkat untuk sekedar memberikan kesan pahit di hidup orang lain.

Terakhir, aku minta maaf.
Bukan pada pilihanku menjauhimu. Karena asal kau tau, 7 bulan bukan waktu yang singkat untuk berusaha membuat memori tentangmu tidak mengusik setiap pagi dan malamku.

Terimakasih.
Jangan menyesal ya. Senikmat apapun, indra kita akan kebas ketika disentuhkan dengan rasa yang selalu sama.

Karena pada waktunya, setiap hati pasti mati.

dirangkai,
pecandu malam berbintang

Kamis, 05 Februari 2015

2 Pemuda Tampan(ku)

Teruntuk tanggal 1 bulan kedua

Ketiga kalinya aku menuliskan untuk mengejar. mengejar kilasan detik yang tak memungkinkan untuk diputar kebelakang. tanggal 1 seharusnya 4 hari yang lalu. tapi tak apa kan, jika saja kusempatkan hari ini untuk sekedar bertukar sapa dengan mereka yang namanya tertera di seluruh surat cintaku kali ini. 


Assalamualaikum!

Selamat pagi, pemuda-pemuda tampanku.
Aku berani bertaruh, saat ini kalian sedang berjibaku dengan kantukmu masing-masing. rutinitas memang menyebalkan, eh? Hahaha. Berjuanglah. aku yakin kalian sedang dibentuk tamengnya untuk bisa jadi imam terbaik di masa depan. Amiiiiiin.


Bagaimana cecap rasanya duduk di meja kantoran, Mas?
Sudah sekitaran 2 bulan tak hanya kamu; aku, orangtua serta kekasihmu-pun tak hentinya panjatkan doa agar kamu cepat menyingkirkan gelar pengangguranmu itu. nampaknya kekasihmu sudah tak sabar untuk dipinang dan disandingkan denganmu di pelaminan ya, hehehe. dan sebagaimana syarat yang diajukan Bapak, akhirnya Allah merestui jalanmu beribadah menuju Jannah-Nya bersamaan dengan orang yang diharapkan jadi pendamping hidupmu, inshaallah. baru saja aku mendengar Bapak dan Ibu berbincang. tak lama lagi, mungkin. akan ada perayaan mengharu-biru yang pertama kali dilakukan oleh orangtua kita. aku saja gugup, apalagi kamu yang jelas jadi pemeran utamanya.
Bahagia kah? Sudah pasti dong. melihat kamu yang telah payah berusaha untuk mewujudkannya, tak ada yang lebih menyenangkan selain ikut berbahagia. hanya saja, aku sedikit kehilangan.
Akan ada waktu rumah ini terasa begitu lengang. waktu temu yang biasanya riuh, mungkin akan berkurang volumenya. sudah waktunya aku harus membiasakan. toh kita tetap bertemu, kan? Walaupun memang tidak pasti setiap hari, kuharap saja kau masih ingat adik perempuanmu ini. adakalanya aku masih akan keras kepala. masih sering ngotot berbenturan dengan orangtua. sosokmu yang sering menengahi (mungkin), sedikit memunculkan rindu yang agaknya bisa berkelanjutan. 
Anggap saja aku tak ingin kau tetiba alpa terhadapku. terhadap adik yang sering kau ajak bertengkar dulu. adik yang tak pernah kau beri ucapan selamat ulangtahun. adik yang selalu ingin cerita mengenai kisah cintanya tetapi malu-malu. adik yang suka melihat ketika kamu ditegur, tapi diam-diam juga sedih melihatmu jatuh. 
Mas, doaku mengiringimu selalu. Bercintalah dengan dunia, tapi bercumbulah juga dengan akhirat. mereka sejoli yang tak pernah bisa terpisah. Ketika kamu mampu merangkul keduanya, inshaallah semuanya dimudahkan, bismillah. 


Nah, kali ini, masihkah berkutat dengan buku tulismu, Dik?
Capai mungkin mengingatkanmu untuk selalu belajar. Hentikan keasyikan dengan telepon genggammu, dan bla bla bla. maafkan aku. tapi memang seharusnya begitu. entah karena dulu aku juga diperlakukan sama, mungkin, hahaha.
Aku masih tak rela kamu memulai kisah-kisah cinta layaknya remaja kebanyakan. aku memang jomblo, memang. tapi jujur, tak ada sangkutpautnya sama sekali. aku hanya ingin mengingatkan, cinta itu tidak selamanya menumbuhkan bunga. takut saja ketika yang kamu rasakan nanti justru duri. sakit, dik. percayalah. kelak, jika memang saatnya, kulepaskan kau mencicip apa itu cinta. tentu dengan kesiapanmu sendiri dalam menanggung resikonya pula.
Untuk saat ini, sibukkan dirimu saja. pertajam daya ingatmu. perbaik kemampuan bermain bola mu. perkuat iman dan batinmu.
Bantu aku dulu dik. pekerjaan rumah kita masih menumpuk. tahukah kau kita akan ada perayaan besar? perayaan yang merupakan berita bahagia untuk orang banyak. sanak saudara akan berkumpul, rumah akan riuh. pastilah kita akan sibuk. jangan pernah kamu berpikiran untuk mangkir, ya. berkutat dengan game dan acara televisi itu? jangan pernah harap, hahaha.
Maafkan aku jika selama ini terlampau keras. tapi sungguh, tak ada setitikpun benci yang ingin kuutarakan. mungkin bentuk sayangku seperti itu. tak ingin kamu jadi laki-laki yang lembek dan manja. kuingatkan, kamu itu laki-laki. 
Dik, apapun, aku menyayangimu, sungguh. Kita prajurit perang terakhir ketika mas sudah menjadi milik oranglain nanti. medan perang kita masih panjang. terutama kamu, yang nantinya akan jadi prajurit paling akhir ketika aku juga didapuk mengikuti lelaki kirimin Sang Maha Pengatur Jodoh. siapkan? tapi tenang, saat ini kita masih berjuang berdua.
Mimpi-mimpi dalam daftarmu masih banyak pasti. pesanku, usahakan satu-satu. bismillah, doaku menyertaimu. 


Selamat menyusur alur hidup kalian, pemuda-pemuda tampanku. Kutunggu sela ceritanya sembari menyiul rindu.

ditulis,
oleh seorang perempuan dalam sela 



Rabu, 04 Februari 2015

Ketingalipun, Kulo Kangen ...

tanggal 31 di bulan Januari memang sudah lewat. 
Tapi tak apa. 
Tidak ada kata tepat waktu atau terlambat. sama seperti suratku kali ini, kutujukan pada mereka yang untuk mencintai tak ada patokan mulai dan akhirnya.

Assalamualaikum.
"Pripun kabare pak, buk? Sae? Saben dinten ketemu teng griyo, nanging kok tasih dereng sempet ngobrol kathah nggih, hehe. Ketingalinipun, kulo kangen."

Sedikit kupraktekan bahasa yang seharusnya jadi bahasa utamaku sehari-hari. bahasa Solo. bahasa halus, krama inggil. tapi sayangnya, dasar manusia tak bisa cocok dengan polah-tingkahnya, jadi ya susah, haha. 

Aku memang tidak pandai dalam memilih diksi yang sekiranya halus atau tidak ketika didengarkan. bukan pula orang yang fasih dalam menyatakan maksud saat bercakap juga berdebat. seringnya aku adalah manusia ceroboh tingkat akut juga komunikan paling lambat ketika bersua dan berbagi cerita. apapun itu, aku tetaplah anak perempuan paling salah tingkah dan tidak tau menahu ketika ingin menyatakan rasa sayangnya pada kalian, sepasang manusia yang selalu kutunggu gema suaranya dirumah.
Untuk memulai pesan ini saja aku musti membiarkan mataku beradu pandang dengan papan ketik laptopku. Mungkin mencoba memilah huruf mana yang patut kutekan. Sebentuk tindakan preventif jikalau kalian membacanya, aku tak perlu bersembunyi dibalik ekspresi wajahku yang nantinya kupaksakan untuk biasa saja. 
Berbicara cinta, tentu saja aku jatuh cinta. Sebentuk emosi yang mulainya saja tak tahu kapan. Bisa saja ketika usiaku belum genap satu minggu. atau saat aku mulai mampu mengenali siapa saja yang ada didekatku. atau ketika aku menangis dan siapa yang menggendong dan mengelus pipi kecilku dulu. Entah. tapi kusimpulkan saja, dengan catatan usiaku sekarang, aku tahu aku jatuh cinta pada kalian dalam awal yang tak pernah ada akhirnya.

Terimakasih.
Atas kecupanmu tiap kali aku berangkat sekolah. atas nada marahmu tiap aku bertindak kelewat batas. juga atas segala pemaklumanmu tiap kebodohanku terulang kesekian kalinya.
Jika saja aku cukup berani menyuratkan langsung ketikanku ini, mungkin, bisa saja kita berbincang dan menjadikan surat ini topik utama.
Apapun, aku mencintai kalian tiada batas dan akhirnya.


dari anak perempuan yang minusnya paling tebal

Selasa, 03 Februari 2015

Terimakasih Pertamaku

Teruntuk tanggal 30 bulan Januari yang terlewatkan peluit pemulainya

Surat ini benar-benar surat pertama
cukup bingung juga untuk siapa kutujukan tadinya
tapi mengingat tanggal 30 jatuh di hari Jumat,
mantap kuniatkan surat ini untuk Engkau, Sang Pemilik Dermaga Pengharapan

Assalamualaikum,
Sudah sekitar 20tahun kurang lebihnya Kau menitipkanku pada persinggahan yang tak pernah habis keindahannya. Pemandangan hijau dengan stok udara segarnya, tepian laut yang tak pernah sepi deru ombaknya, juga manusia-manusia serta peradaban yang tak kunjung diam dengan geliatnya.
Di hari Jumat tapi beda tanggal pula kau memutuskan untuk akhirnya aku dapat melengkapi catatan kelahiran sipil kota tercintaku. Berbalut tangis yang pastinya juga doa, kumulai apa yang sudah kau suratkan padaku hari itu.

Lahir. Hidup.
Terimakasih yang tak kunjung habis, kuselipkan dalam ucap lidah dan batinku. Memulai segala sesuatunya memang gampang, menjalani dan mempertahankannya itulah yang penat luar-dalam. Tetapi dengan Ridha-Mu, kurakit rima langkahku agar senada, berirama. jatuh bangunku tidak pernah absen mewarnai kertas putih yang kadangkala bersemu atau justru menghitam berubah sendu. Kembali, Kau memutihkan kertas dan memenuhkan kotak pewarnaku lagi. 

Sekali lagi dalam hari ini, kuucapkan syukur tertinggiku. 
Dan akan berlanjut hingga jumlahnyapun tak sempat kuhitung, itu pasti.


Terimakasih, Sang Maha Pendengar yang Tak Pernah Lelah
dari perempuan pengadu disetiap malam

Selasa, 02 Desember 2014

Tak apa, kan?

"Kamu lelah memapah rindu sendirian, lalu kaucari tempat paling ampuh untuk mengusir perasaanmu: air mata" - Dwitasari



kutipan diatas busuk, ya. kalau memang aku gengsi, bakal ku-unfollow si novelis ternama yang sedang tenar dengan ungkapan-ungkapannya yang selalu diretweet khalayak ramai itu. sayangnya, aku seperti mereka. pengikut dominansi. yang mindsetnya sedang amburadul gara-gara berlagak sok kuat menatih kakinya dalam lintasan juang : memapah rindu sendirian. walaupun pada titik ini, akhirnya aku mengakui kalau itu melelahkan.

aku sampai pada muka tembokku dan berani bilang : "yang jarak berjam-jam aja dijabanin ya. yang jarak 2jam aja ga jadi-jadi. sedih."
DAMN. memulihkan rasa rindu itu memang membuatku bertindak di batas wajar. dasarnya gila mungkin, haha. jujur saja, melelahkan. berkomunikasi melalui aplikasi percakapan itu terlampau memuakkan. apalagi mengetahui kau memilih berada ditempat lain daripada menemuiku barang sehari saja. capai. capai meyakinkan alam sadar dan tidak sadarku mengenai pilihanmu saat itu.

harus nangis?
se-ampuh-ampuhnya nangis juga ga bakal berefek mujarab jika dilakoni untuk kesekian kalinya. playlist ku pun ikutan lelah memutarkan tembang-tembang The Script dan Demi Lovato sembari melelehkan penat-penat rindu itu melalui kedua pelupuk mata yang ditemani lingkar menghitam di sisi bawahnya.
lebay ya. belum apa-apa aja uda nangis. menangis pada dasarnya melegakan, dan itu yang coba aku lakukan. bukan pada batas frustasi atau tekanan. hanya mencoba membuat ruang saja. kalau kupilih untuk jauh sejenak, tak apa kan? memastikan baik nalar dan rasaku sepadan. memastikan kalau aku tidak terlampau jauh bergelayut dan menggapai udara kosong.
tenang saja. waktunya akan berirama dan beradu dengan manis. ejalah namaku dalam setiap doamu, jika memang itu maumu. tak ada paksaan. kita selalu mengelu-elukan kalau jodoh pasti tak kemana. jikalau itu kau, pucuk doaku pun tak sejengkal jauh dari gurat pipimu yang tipis, yang senyumnya selalu mempunyai tempat di setiap slot ingatanku.


selamat malam,
dari seorang penikmat hujan dan kesepian







Kamis, 20 November 2014

Abjad itu Suaramu

aku cukup bahagia hari ini, sungguh.
sudah dari Senin kemarin sampai hari ini otakku tak perlu dipaksa berdiam terlalu lama dan mengeras di sebuah rutinitas berbalok ruang kelas, jadi sekarang aku serasa bebas saja. Dan tentulah sangat membahagiakan, haha.

Selain itu, hal menyenangkan lainnya ketika beberapa hari lalu akhirnya, adrenalinku terpompa pada titik tertingginya. aku, dengan begitu berani, meminta mu menyempatkan waktu untuk sekedar bersua kata, walau sebatas suara, tanpa tatap muka. dasar lain, mungkin, karena topeng gengsiku pun luruh satu persatu berbarengan dengan tumpah ruahnya emosi berlabel rindu di sekujur indera perasaku sejauh aku mencoba menghindarinya. semakin menjauh semakin mendekat, bahkan menempel tak mau lepas. Terimakasih sangat untuk seorang yang entah aku tak tau seberapa pintar dan jeniusnya hingga mampu membuat ikon huruf kapital warna hijau itu mampu mengayemkan sebentuk sugesti bawah sadar, dengan cara mempertemukan kami via suara, tanpa harus merogoh kantong dan mengeluh kalo biaya untuk mendengar suaranya saja sangatlah mencekik dan menberatkan. ya, hanya sebatas getaran pita suara, aku bisa yakin kau ada dan mendengarkanku barang berapa menit disana.
itu cukup. karena aku memang merindukan suaramu. terlampau bosan mendengar dering notifikasi pesan entah aplikasi chatting yang mana saja, karena selama ini ku tau kabarmu sejauh apa yang kulihat dilayar telepon genggamku. miris. lebih miris lagi ketika aku dipaksa untuk berimajinasi bahwa cuma aku yang merindu. cuma sisiku yang menunggu. ah sial.

sembari mengetik ini, aku masih mengetikkan abjad-abjad di aplikasi percakapan itu, membalas apapun yang kita bahas, entah pada dasarnya aku mengerti atau tidak. yang coba daging kepalaku terjemahkan adalah aku berusaha. ya, aku hanya sedang berusaha, mengusahakan sesuatu. sesuatu yang bahkan secara abstrakpun tidak terjelaskan bentuknya. 
selalu saja ketikanku akhir-akhir ini memuakkan. tapi urusanlah, aku mengetik untuk melegakan, tidak ambil pusing dengan rasa lambungku yang asamnya menyembul melewati batas aman. 

selamat malam komunikasi abjad, selamat mengeja pengertian dan maksud di setiap spasi katanya.


diketik,
oleh peronce mimpi yang tak pernah bosan


Selasa, 04 November 2014

05:55

it's too early for write something here
even i just already woke up and washed my face.



first time i write in English. try to remember all grammars that been start to fade away cause it never used to write something grammatically like i usually do in school -since i already in college, so i never do it again haha- Been too long for waiting and memorizing everything, i randomly start write in English, after i read a lot of writings on my friend's blog. None of my sentence looks good to me. Keep thinking if it is proper or not. But like i said in the beginning, it's too early to write something, just keep my hand ticking the keyboard without any concern of it. 

Twins, 05:55.
three number that i saw in the right-corner of my laptop screen.
but it keep going and changes in line with this early-writing-after-woke-up. Some said that those twins number means something. Someone in somewhere missing us, they said. Based on the serial of alphabet, you can find the clue, the first alphabet for the name about who is missing you. Just counting it. 1 for A, 2 for B, 3 for C and so on. and how about 5? 5 for E. Still no thoughts about who that have "E" as first alphabet in their name who are missed me, haha. 
But i've been thinking about missing you. Have you been recognize it? Keep my mind straight is the harddest things to do when you always came up in my dreams. HAH. it's too melancholic. girls never wait for something bad, and we just keep waiting for something good to happen. Even we know, both of bad or good things happen based on the way it supposed to be happen. Girl-things, maybe. Sometimes, missing somebody is just like swimming. In one side you were happy for having time to play around in the water, but in the other side you were unhappy cause you get wet and need to change your clothes and if you don't, you'll quickly get cold. We'll push to realize if there isn't always a good things waiting for us. Not always. Especially when you start missing somebody.

All those random things keep going and spinning in my brain, ask to getting out cause my brain have no enough space and screaming for another things more matter than those girl-things -or maybe it's just me trying to keep it out of my mind- But i still gonna say thanks, for you who make me know how the taste for missing somebody again. 

Ah yeay. it slap me. Again, still, it's too early for writing and talking about you, dude.


regards,
from someone under the table