Rabu, 25 Juni 2014

Aku Bahkan Tidak Tau

entah keberapa-kalinya aku ingin menulis tetapi selalu saja gagal.
entah bagaimana pula pada akhirnya, kali ini, aku menulis lagi.
entah.

sedari tadi serasa berat saja. perjalanan kampus-rumahku yang seringnya kutempuh 20-30 menit ternyata membutuhkan waktu yang lebih. airmata yang lebih pula.
menggunakan jaket, masker, kacamata hitam, serta sarungtangan dengan dalih agar terhindar dari sinar matahari yang merusak sepertinya alibi yang benar-benar meyakinkan. padahal dibalik kacamata itu, bulir-bulir ketakutanku tumpah-ruah, menjalar sampai tetes terakhirnya. Ya Allah, aku engga kuat.

bukan hidupku setahun kedepan. bukan.
tapi aku engga kuat ketika perjalananku siang itu mencapai tujuan akhirnya. Rumah....
dimana ada wajah mereka berdua yang sedari tadi memecah bendungan airmataku.

Pak, maafin Adin ya....
Adin terlalu bodoh ketika berbicara soal bagaimana membahagiakan Bapak. bagaimana menjadi anak perempuan satu-satunya, yang bisa bapak banggakan.
Adin malu pak, jujur. Janjiku untuk kuliah 4 tahun dan mencari beasiswa luar negeri, tentang berusaha untuk jadi BeswanDjarum dan segala bentuk prestasi lainnya benar-benar terasa hancur lebur.
Pak, kalo boleh, kasih Adin kesempatan buat jadi anak perempuan bapak sekali lagi, ya. Berusaha jadi anak perempuan yang benar-benar anggun dan tau sopan santun. anak perempuan yang benar-benar menjadi jalan surga bagi orangtuanya, bukan malah beban hidup yang tak kunjung putus...

Bu, maafin Adin ya....
Setiap alasan yang hadir untuk berkelit dari kewajiban Adin membantu ibu dirumah selalu soal kuliah. Mungkin, Allah memberiku pelajaran lewat hal ini.
Adin liat ibu tadi pagi sebelum berangkat, juga tadi siang setelah sampai dirumah. Bu, rasanya aku pengen lari. Tapi disatu sisi, pengen peluk Ibu juga. Adin gakuat, bu. Adin pengen peluk Ibu. Tapi pasti Adin nanti nangis...
Yang justru adin takutin, ketika Ibu juga nangis. Sekuat apa aku bakal bisa liat Ibu nangis?
Demi Allah, bu. Membayangkan saja sudah bikin aku sesak napas.
Bu, kado ulangtahun ibu 2minggu yang lalu, aku cuma kasih cium di pipi kanan dan kiri Ibu. Tapi justru sekarang, Adin harus kasih ibu kado yang lain. Bukanlah hal menyenangkan, melainkan mengecewakan.

Yaallah, sesak rasanya.
Serasa aku disiapkan pada titik tegar paling tinggi.
Puncak segala cemas dan panik.
Allah selalu menjanjikan cobaan yang tidak lebih dari kemampuan umatnya. Ya Rabb, seyakin itukah Kau kepadaku?

Sampai akhir tulisan ini masih saja airmataku banjir.
Sampai pada semburat kuning terang di jendela kamarku berubah kelabu, semuanya masih saja seperti ini.

Entah, harus berapa kali juga aku akan seperti ini.
Berdiam dan mengetik secara jujur.
Entahlah.
Tidak akan ada yang tahu.



1 komentar: